Ilustrasi) Seorang petani ikan melintas di antara ikan keramba jaring apung (KJA) yang mati di

Ilustrasi) Seorang petani ikan melintas di antara ikan keramba jaring apung (KJA) yang mati di Danau Maninjau, Nagari Tanjung Alai, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Rabu (31/8/2016). ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi.

 Kasus kematian massal secara mendadak banyak ikan di Danau Toba baru-baru ini diprediksi mengakibatkan kerugian hingga Rp2,7 miliar. Nilai kerugian hasil perhitungan Tim Satgas Penanganan Penyakit Ikan dan Lingkungan bentukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu didasarkan pada asumsi harga ikan air tawar Rp15.000 per Kg. 

Tercatat berat ikan-ikan yang mati mendadak itu mencapai 180 ton. Ikan-ikan itu dibudidayakan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) dan dikelola 18 keluarga di kelurahan Pintu Sona, Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. 

Hasil pemantauan Tim Satgas KKP menyimpulkan terdapat tiga penyebab yang diduga memicu kematian massal ikan-ikan di Danau Toba tersebut. Ketiganya ialah: penurunan suplai oksigen bagi ikan, populasi ikan di Keramba Jaring Apung terlalu tinggi, dan lokasi Keramba Jaring Apung terlalu dangkal sementara dasar perairan merupakan lumpur. 

Anggota Tim Satgas KKP Ahmad Jauhari menjelaskan penurunan suplai oksigen dipicu upwelling (umbalan) akibat cuaca ekstrem. Upwelling menyebabkan perbedaan suhu antara air permukaan dan suhu air di bawah mencolok. Hal ini kemudian diikuti pergerakan masa air dari bawah ke permukaan.

“Cuaca ekstrem telah memicu upwelling. Jadi, pergerakan massa air secara vertikal ini membawa nutrient dan partikel-partikel dari dasar perairan ke permukaan, dan ini menyebabkan pasokan oksigen untuk ikan menjadi berkurang,” kata Jauhari dalam siaran resmi KKP pada Kamis (30/8/2018). 

Kepadatan populasi ikan dan lokasi Keramba Jaring Apung yang dangkal, kata Jauhari, membuat sirkulasi oksigen semakin memburuk. 

Jauhari menambahkan, Tim Satgas KKP merekomendasikan agar aktivitas budidaya Keramba Jaring Apung di lokasi kematian massal ikan Danau Toba berhenti selama dua bulan. “Kami imbau masyarakat menghentikan sementara waktu aktivitas budidayanya hingga perairan kembali stabil,” kata dia. 

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, KKP Slamet Soebjakto mengatakan kasus upwelling seperti yang terjadi di Danau Toba selama ini kerap terjadi terjadi saat muncul cuaca ekstrem. Kasus ini, kata dia, sering muncul secara periodik di sejumlah perairan. 

Untuk mencegah kasus kematian massal serupa, dia menyarankan para pembudidaya ikan menerapkan manajemen pakan secara efisien dan menyediakan pakan ikan yang sedikit mengandung phosphor serta memastikan kondisi Keramba Jaring Apung sesuai daya dukung lingkungan di sekitarnya.

Menurut Slamet, Tim Kajian Lingkungan KKP, pada 2016 lalu, pernah memberi rekomendasi agar KJA di Kelurahan Pintu Sona dipindah ke perairan Danau Toba yang lebih dalam. “Lokasi saat ini terlalu dangkal, di bawah 30 meter dan berada di teluk,” kata dia.

Berdasar kajian Litbang KKP, batas maksimum kapasitas produksi ikan di Danau Toba ialah 50.000 ton per tahun. Hal ini, untuk menjaga status tropic danau Toba berada pada ambang batas yang normal.

 

sumber : Tirto.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *